Business Intelligence Pada Industri Perbankan
Rumahit.ID - Penerapan business intelligence pada industri perbankan merupakan kunci sukses dalam mengefisiensikan dan mengefektifkan kegiatan bisnis utama dengan kemampuan dalam mendapatkan, mengelola dan menganalisa data nasabah, produk, layanan, kegiatan operasi, pemasok dan rekan kerja dalam jumlah yang sangat besar. Contoh penerapan business intelligence pada industri perbankan adalah customer relationship management, customer credit analysis, risk management, credit card analysis, customer segmentation, dll (Hair, 2007), (Dan, 2008). Peranan business intelligence dalam kegiatan bisnis dapat menyediakan layanan yang lebih personal kepada pelanggan dan secara radikal meningkatkan kualitas servis dari bank tersebut. Pengelola produk perbankan bersaing dalam mendesain produk dan layanan yang dapat menjawab setiap kebutuhan suatu segmen tertentu.
Salah satu penerapan customer credit analysis adalah penerapan model penilaian kredit nasabah (Ince & Aktan, 2009). Penilaian kredit nasabah merupakan kegiatan paling penting untuk mengevaluasi aplikasi pinjaman yang diajukan oleh nasabah. system penilaian kredit digunakan untuk memodelkan potensi resiko dari aplikasi pinjaman, dimana system tersebut memiliki keuntungan karena dapat menangani aplikasi pinjaman dalam jumlah besar dengan cepat tanpa membutuhkan sumber daya yang banyak sehingga dapat menurunkan biaya operasional dan efektif dalam mengurangi penalaran dalam pengambilan keputusan. Dengan persaingan dan pertumbuhan pasar kredit konsumen, para pemain di industri perbankan saling berlomba untuk mengembangkan strategi yang lebih baik berkat bantuan penerapan model penilaian kredit. Tujuan dari penilaian kredit adalah memberikan kemampuan kepada bagian analisa kredit untuk menentukan aplikasi pinjaman nasabah yang diterima dari pihak marketing bank termasuk “kredit yang baik” dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk membayar kewajiban finansialnya kepada bank atau “kredit yang jelek” dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Huseyin Ince dan Bora Aktan (2009), peneliti membandingkan kinerja dari model penilaian kredit menggunakan pendekatan tradisional dan artificial intelligence (discriminant analysis, logistic regression, neural networks, classification, and regression tree). Penelitian percobaan dengan data riil telah mendemonstrasikan bahwa classification, regression tree, dan neural networks mengalahkan kinerja model penilaian kredit secara tradisional dalam hal prediksi keakuratan dan type II errors.
Analisis terhadap data pelanggan merupakan kunci utama bagi pihak manajemen bank untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dengan menggunakan konsep pareto, bahwa dengan mendesain produk dan layanan kepada 20% nasabah dapat memberikan hasil sebesar 80% terhadap keuntungan. Pihak manajemen mempercayai bahwa dengan menganalisa 20% nasabah tersebut merupakan langkah yang efektif dalam meningkatkan keuntungan dan menurunkan biaya operasional. Selain kasus diatas, pihak manajemen bank dapat menganalisis pemasaran kartu, perhitungan harga jual dan tingkat keuntungan terhadap pemillik kartu, deteksi terhadap potensi kecurangan, prediksi manajemen daur hidup nasabah. Segmentasi pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran yang efektif, dengan memahami karakteristik dan kebutuhan setiap segmen nasabah maka pihak manajemen dapat mendesain bagaimana cara memasarkan, harga, kebijakan untuk setiap produk dan layanan sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal (Mawoli & Abdulsalam, 2012). Dengan penerapan business intelligence dalam proses segmentasi nasabah menjadi lebih mudah karena pihak manajemen dapat dengan mudah mengidentifikasi demografi dan geografi nasabah tetapi pihak manajemen harus meluangkan waktu dan tenaga apabila ingin mengetahui psikografi dan perilaku nasabah dan pihak manajemen perlu mengidentifikasi atribut-atribut yang diperlukan seperti umur, pekerjaan, penghasilan dan jenis kelamin dengan mudah dan pada umumnya dapat diukur dengan RFV (recency, frequency, dan value dari perilaku transaksi mereka) (Sun, 2009), (Lin, Zhu, Yin, & Dong, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang makin komplek dan efisiensi bisnis proses dengan otomatisasi kegiatan operasional membutuhkan dukungan sistem informasi. Sistem informasi perbankan perlu tetap dikembangkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasabah dan mengikuti inovasi bisnis, akan tetapi perlu adanya integrasi dengan sistem business intelligence sehingga pihak manajemen mendapatkan informasi yang up-to-date dan insight dari data historis.